Welcome to our blog!enjoy it and happy reading guys!Thank you for your coming! ***** Welcome to our blog!enjoy it and happy reading guys!Thank you for your coming! ***** Welcome to our blog!enjoy it and happy reading guys!Thank you for your coming! ***** Welcome to our blog!enjoy it and happy reading guys!Thank you for your coming!

Minggu, 28 Oktober 2012

Keperawatan Medikal Bedah : Makalah Thypoid


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “ THYPOID “ .
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis bersedia menampung kritik dan saran dari para pembaca.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.
                
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid feverenteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Menurut T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz diperkirakan insiden demam tifoid pada tahun 1985 di Indonesia adalah sebagai berikut umur 0-4 tahun 25,32 %, umur 5-9 tahun 35,59 % dan umur 10-14 tahun 39,09%. Namun menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak merupakan hal yang tidak mudah mengingat tanda dan gejala klinis yang tidak khas terutama pada penderita di bawah usia 5 tahun. Insiden penyakit ini tidak berbeda antara anak laki dan anak perempuan, tergantung pada status gizi dan status imunologis penderita.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.
Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada anak-anak supaya menjaga kebersihan, baik kebersihan lingkungan, makanan, air minum, dan kebersihan diri sendiri.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian dari thypoid ?
1.2.2 Apa etiologi atau penyebab terjadinya thypoid ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi sampai terserang thypoid ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis yang disebabkan karena thypoid ?
1.2.5 Apa saja komplikasi yang terjadi akibat terserang thypoid ?
1.2.6 Bagaimana cara untuk mencegah supaya tidak terkena thypoid ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita thypoid ?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan untuk penderita thypoid ?
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypoid ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui  Pengertian dari thypoid
1.3.2 Untuk mengetahui  Etiologi thypoid
1.3.3 Untuk mengetahui  Patofisiologi hingga terserang thypoid
1.3.4 Untuk mengetahui  Manifestasi klinis yang disebabkan karena thypoid
1.3.5 Untuk mengetahui  Komplikasi yang terjadi akibat terserang thypoid
1.3.6 Untuk mengetahui cara untuk mencegah supaya tidak terkena thypoid
1.3.7 Untuk mengetahui  Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita thypoid
1.3.8 Untuk mengetahui  Pemeriksaan Penunjang yang akan dilakukan untu penderita thypoid
1.3.9 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypoid


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thypoid
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid feverenteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2.2 Etiologi
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhiatau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :
a.   Antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
b.   Antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c.   Antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.

2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.

 2.4 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodroma, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
Kemudian gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a.   Demam lebih dari 7 hari
Pada kasus tertentu, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifatfebris remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b.   Gangguan saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue, lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali dengan disertai nyeri tekan. Biasanya didapatkan kondisi konstipasi, kadang diare, mual, muntah, tapi kembung jarang.
c.   Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
d.    Pada punggung terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam).
e.    Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.
f.    Epitaksis
g.        Bradikardi

2.5 Komplikasi
Dapat terjadi pada :
a.    Di usus halus
Umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu :
1. Perdarahan usus
    Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
-   penurunan TD dan suhu tubuh
-   denyut nadi bertambah cepat dan kecil
-   kulit pucat
-   penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
2.  Perforasi usus
     Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal    ileum.
3. Peritonitis
    Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
-  nyeri perut hebat
-  kembung
-  dinding abdomen tegang (defense muskulair)
-  nyeri tekan
-  TD menurun
-  Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang
    Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
b.  Diluar usus halus
-    Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
-    Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder
-    Kolesistitis
-    Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi
-    Meningitis, gejala : bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas, diare, kelainan neurologis.
-    Miokarditis
-    Karier kronik

2.6 Pencegahan
1.      Usaha terhadap lingkungan hidup :
a.    Penyediaan air minum yang memenuhi
b.   Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c.    Pemberantasan lalat.
d.   Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2.      Usaha terhadap manusia.
a.    Imunisasi
b.   Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Soeparman, 1987)

2.7 Penatalaksanaan
a.       Perawatan
1.      Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2.      Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b.      Diet
1.      Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
2.      Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3.      Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4.      Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c.       Obat-obatan
a.       Antimikroba :
-          Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
-          Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
-          Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
-          Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b.      Antipiretik seperlunya
c.       Vitamin B kompleks dan vitamin C
d.      Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a.       Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b.      Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c.       Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1.      Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2.      Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3.      Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4.      Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d.      Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1.      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2.      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3.      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
1. Faktor yang berhubungan dengan klien :
§  Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
§  Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
§  Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut
§  Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
§  Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
§  Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
§  Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah
§  Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
2. Faktor-faktor Teknis
§  Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
§  Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
§  Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

2.9 Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypoid
a.   Pengkajian
Pengumpulan data
1.      Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2.      Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5.      Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan.  Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
6.      Pola-pola fungsi kesehatan
a)      Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
b)      Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 
c)      Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d)     Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e)      Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f)       Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien. 
g)      Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h)      Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
i)        Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j)        Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
Pemeriksaan fisik
1.      Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat    38 – 410 C, muka kemerahan.
2.      Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3.      Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
4.      Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5.      Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6.      Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7.      Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8.      Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.  Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.  Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.  Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama.  Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
2.      Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
3.      Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
4.      Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5.      Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H.   Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.  
6.      Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.
b.      Diagnosa Keperawatan
1.      Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
2.      Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal.
3.      Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
5.      Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
c. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
1. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidur pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebihan
1.     Monitor tanda-tanda infeksi

2.     Monitor tanda vital tiap 2 jam




3.     Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya
4.     Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
5.     Monitor komplikasi neurologis akibat demam
6.     Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7.     Atur antipiretik, jangan berikan aspirin
1. Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
2. Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun idhubungkan denga resolusi infeksi
3. Memfasilitasi kehilangan panas lewat konveksi dan konduksi

4. Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi
5. Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
6. Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat
7. Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.
2. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
Pasien akan kembali normal pola eliminasinya dengan kriteria makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak, coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
1.     Ukur output
2.     Kompres hangat pada abodmen
3.     Kumpulkan tinja untuk pemeriksaan kultur.
4.     Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka.
1. Menggantikan cairan yang hilang agar seimbang
2. Mengurangi kram perut (hindari antispasmodik)
3. Mendeteksi adanya kuman patogen
4. Mencegah iritasi dan kerusakan kulit
3. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella dengan kriteria tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
1.         Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.

2.         Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.
3.         Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif terhadap S. Thypi
4.         Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas, batasi pengunjung
5.         Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien
6.         Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses.
1. Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
2. Anti infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
3. Mencegah transmisi kuman patogen
4. Membatasi terpaparnya pasien pada kuman patogen lainnya.
5. Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan diobati.
6. Mencegah infeksi berulang
4. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan Kriteria turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dan kalsium dalam batas normal.
1.         Kaji tanda-tanda dehidrasi
2.         Berikan minuman per oral sesuai toleransi
3.         Atur pemberian cairan per infus sesuai order.
4.         Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine. Ukur semua intake cairan.
1. Intervensi lebih dini
2. Mempertahankan intake yang adekuat
3. Melakukan rehidrasi
4.Meyakinkan keseimbangan antara intake dan ouput
5. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
Pasien bebas dari konstipasi dengan kriteria feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih dari 3 hari.
1.         Observasi feses
2.         Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan
3.         Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal
4.         Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
1. Mendeteksi adanya darah dalam feses
2. Untuk intervensi medis segera
3. Distensi yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal
4. Untuk menghilangkan distensi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid feverenteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.

3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada anak-anak supaya menjaga kebersihan, baik kebersihan lingkungan, makanan, air minum, dan kebersihan diri sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Marylin E Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 . EGC. Jakarta. 1999.
Barbara Engram, 1998 “ Keperawatan Medikal Bedah , EGC Jakarta